Cerita Sex Indonesia

  • RSS
  • Skype
  • Facebook
  • Yahoo

Twitter

Aku dan Laras baru selesai mandi bersama dan akan berganti pakaian, saat ponselku berdering, ternyata
telepon dari isteriku yang tadi berangkat ke Australia.
“Dari siapa Yah…?” tanya Laras sambil memakai bh.
“Bunda” jawabku
“Terus Laras gimana, Yah…?” tanya Laras nampak khawatir.
Cerita Sex Terbaru Tusukan Penis
Aku memberi isyarat agar dia tenang. Setelah tekan tombol ‘yes’ aku aktifkan speaker-phone agar Laras
bisa mendengar pembicaraan kami. Dalam kondisi sekarang ini aku tidak ingin Laras merasa aku
merahasiakan sesuatu dari dia. Bagaimanapun hari ini adalah hari pertama aku selingkuh dengan Laras,
aku tidak ingin mengacaukan saat-saat seperti ini. Laras kembali memakai seragam sekolahnya walaupun
agak kusut.
“Sore Bun, nginap dimana?” tanyaku
“Di Causeway 353 Hotel” jawab isteriku.
Setelah berbasa-basi dengan istriku, aku memberi tau kalau aku bersama Laras. Dari dulu istriku ingin
mempunyai anak perempuan, tapi tidak mau hamil lagi. Laras yang sering datang ke rumah di luar jadwal
pertemuan anak asuhku membuat Laras dan isteriku menjadi sangat dekat. Mungkin bagi Laras, kami adalah
orang tuanya, sedangkan bagi isteriku, dia seperti mendapatkan anak perempuan kandung. Isteriku sudah
sering mengusulkan agar Laras tidur di rumah saja supaya bisa mengawasiLaras sampai rencana kami
mengirim Laras ke Australia untuk kuliah terlaksana.
“Oh iya, Bun. Ini ada Laras” kataku lagi sambil meraih tangan Laras.
Laras tadinya menolak tapi aku segera memberi isyarat agar dia tenang dan wajar.
“Laras…? Hei… apa kabar Sayang…?” tanya isteriku pada Laras
“Baik Bunda…”
Lumayan lama Laras bicara dengan isteriku. Berkali-kali Laras melirik minta persetujuanku untuk
menjawab pertanyaan isteriku. Ternyata benar dugaanku, isteriku merasa senang setelah tahu ada Laras
di rumah. Salah satu pesannya kepadaLaras adalah mengawasi dan menjaga menu makananku.
Akhirnya isteriku memberi tahu Laras kalau setelah lulus nanti, kami berencana mengirim Laras ke
Australia untuk kuliah disana. Dia juga minta Laras pindah ke rumah kami. Sejenak Laras bengong tak
percaya sampai aku ikut bicara meyakinkan Laras.
“Makasih Ayah” kata Laras setelah telepon ditutup sambil memeluku dengan erat dan menciumi wajahku.
“Laras tak pernah membayangkan kalau bisa kuliah ke luar negeri”
“Itu karena usaha Laras sendiri. Ayah lihat Laras nilai rapotnya sangat bagus, jadi sayang kalau hanya
kuliah disini.” Jawabku.
“Sekarang kita makan dulu untuk merayakan berita gembira ini.”
Aku angkat telepon antar ruang dan bicara dengan Ayu untuk menanyakan apakah pakaian Laras sudah
dikirim dari rumah asuh. Ternyata pakaian Laras sudah sampai dan diletakkan di ruang keluarga. Aku
suruh Laras mengambil tasnya. Setelah Larasberganti pakaian kami berangkat menuju mall yang baru di
buka di jalan Pemuda. Mall dengan hotel ini cukup megah. Setelah makan di salah satu cafe, aku ajak
Larasberbelanja pakaian, sepatu, dan kosmetik. Laras bingung ketika memilih, rupanya dia baru pertama
kali mengenal baju, parfum, dan lain-lain yang harganya di atas satu juta rupiah.
Selama ini penghuni rumah asuh ku hanya dibelikan pakaian yang sederhana, walapun bukan murahan.
Harganya tidak sampai tiga ratus ribu satu stel. Kosmetik yang dibelikan isteriku mereka hanya merek
lokal, jadi harganya tidak terlalu mahal. Akhirnya aku bantu dia memilih barang-barang yang akan
dibelinya, salah satunya adalah lingerie dengan tali di bahu. Aku bayangkan Laras pasti sangat seksi
memakai lingerie ini. Ketika membayar belanjaan Laras, aku baru tahu, dia membeli lotion untuk vagina
juga. Aku tersenyum ketika Laras terlihat malu ketika aku ketahui dia membeli lotion vagina.
Hampir jam sembilan malam kami sampai di rumah. Satpam yang membukakan gerbang memberi tahu kalau para
pembantu dan tukang kebun sedang asyik nontonTV di paviliun belakang, sehingga kedatangan kami tidak
mereka sadari. Kami langsung ke kamar tidurku.
“Laras boleh tanya sama Ayah?” kata Laras tiba-tiba.
“Boleh. Kenapa?”
“Apa Bunda nggak marah, kalau tahu Ayah menghabiskan uang banyak buat Laras?”
“Kenapa mesti Bunda marah, Sayang? Laras dengar sendiri di telepon tadi. Bunda juga sayang sama Laras.
Ayah dan
Bunda tidak punya anak perempuan, itu sebabnya Bunda ingin Laras tinggal di sini, bukan di rumah asuh…
Ayah sama Bunda sudah lama ingin mengangkat Laras menjadi anak secara resmi. Hanya karena rumah asuh
itu dikelola Bunda, agak sulit prosedurnya. Akhirnya Ayah sama Bunda memutuskan agarLaras tinggal
disini, resmi sebagai anak atau tidak sudah tidak penting lagi” kataku menjelaskan.
“Iya sih, tapi…” kata-kata Laras terhenti. Aku tersenyum dan tetap diam menunggu Laras melanjutkan
kata-katanya.
“Kita sudah seperti suami isteri… Ayah, Laras sudah mengkhianati Bunda” kata Laras lagi.
Ada keraguan dan penyesalan nampak di nada suaranya.
“Sudahlah Laras. Semuanya sudah kita lakukan dengan penuh kesadaran. Kita menikmati hari ini dengan
penuh gairah dan kenikmatan. Bunda juga menyusuh Laras tidur di sini untuk menemani Ayah.” kataku
untuk menenangkannya. “Kalau nanti Laras tinggal disini, pati Bunda juga akan membelikan Laras baju,
sepatu dan lain-lain. Nah, sekarang Laras istirahat dulu. Besok Ayah antar ke sekolah.”
Laras menjawab dengan anggukan kepalanya sambil tersenyum yang dipaksakan lalu segera menyiapkan
buku-buku pelajaran buat sekolah besok. Selesai menyiapkan buku dan seragamnya, Laras minta ijin untuk
ke kamar mandi. Kali ini dia wanti-wanti agar aku tidak ikut.
“Iya deh… Ayah tunggu disini” aku tertawa mengiyakan. Aku tahu, Laras pasti akan menggunakan lotion
vaginanya.
“Awas kalau ayah ngintip. Nanti nggak dikasi yang asyik-asyik…” kata Laras sambil melotot lucu.
Setelah keluar dari kamar mandi, aku minta untuk memakai lingerie yang baru aku belikan. Aku duduk di
sofa untuk mengamati Laras melepas pakaiannya dan mengambil lingerie barunya. Laras menatapku sambil
tersenyum. Nampaknya dia menyukai lingerie yang aku belikan. Tangannya meraih karet spandek celana
dalamnya. Dengan gerakan matanya, Laras minta pendapatku apakah melepas celana dalam atau tetap
dipakai.
Aku memberi isyarat agar dia melepas celana dalam dan branya, karena lingerie itu terdiri dari rok
pendek dan G-string. Laras memenuhi permintaanku. Bra dan celana dalamnya dilepaskan lalu memakai
lingerie barunya. Setelah memakai lingerie, aku minta Laras memakai make up yang tadi aku belikan. Dia
hanya menyapukan bedak di wajahnya, lalu mengoleskan lipstick tipis di bibirnya.
Aku benar-benar terpesona setelah Laras memakai lingerie barunya serta berdandan tipis seperti ini.
Dia nampak sangat cantik dan seksi. Lingerie itu berbentuk terusan yang terbuat dari broklat pink
transparan. Lingerie itu hanya menutup tubuh Laras mulai dari puting payudaranya sampai pangkal paha.
Ada dua utas tali di bahu kanan dan kiri untuk menahan lingerie itu agar tidak terlepas. Lingerie itu
memamerkan lekukan tubuh Laras dari dengan sempurna dan tidak terkesan norak. Bagian atas menampakkan
bahu laras yang lembut dan agak bidang, nampak seksi. Payudaranya yang terlihat bagian atasnya nampak
menonjol dan terangkat. Payudara seorang gadis yang baru mekar. Sedangkan bagian bawahnya
memperlihatkan kedua paha dan kakinya yang panjang dan bersih mulus
Laras mendekati aku dengan bergaya seperti peragawati. Badannya lenggak-lenggok sengaja memancing
birahiku, yang sudah bangkit sejak dia melepaskan pakaianya. Setelah kira-kira satu meter di depanku
lenggokan tubuh Laras makin erotis. Gerakannya gemulai, pinggulnya bergerak dengan seksi, tangannya
memegang rambutnya lalu diangkat ke atas. Kembali Laras meliukkan tubuhnya dengan tangan tetap menahan
rambutnya. Aku benar-benar gemas dan terangsang menikmati gerakan Laras. kemudian tangannya memegang
payudaranya lalu memijit dan meremas payudaranya sendiri, sambil sesekali mendesah.
“Ayah… Laras cantik kan…?” tanya Laras sambil terus meremas payudaranya. “Ayah suka Laras berpakaian
seperti ini…? Ayah juga suka Laras memakai make up…?”
“Kamu cantik sekali Sayang.” Aku memujinya. Bukan untuk merayunya, tapi aku benar-benar tulus waktu
mengatakannya. “Benar-benar cantik, juga seksi. Dengan lingerieini, keindahan tubuh Laras benar-benar
tampak”
“Ah, Ayah bisa aja…” jawab Laras sambil duduk di pangkuanku dengan manja. “Laras jadi malu nih…” kedua
tangannya memeluk leherku
“Lho, kenapa…?”
“Masa Laras dibilang seksi…” kata Laras sambil mendekatkan kepalaku di payudaranya.
Aku segera menggigit puting Laras dari luar lingerie. Tanganku aku lingkarkan di pinggangnya dan
menyibakkan lingerienya bagian belakang dari bawah untuk meraih pantatnya
“Aahh… Ayah suka nakal sih…?” kata Laras di sela desahan nafasnya yang mulai memburu. Kepalaku diremas
sambil diciumi.
“Tapi Laras suka kan…?” kataku menggodanya. Dia hanya tertawa menggoda.
“Suka banget…”
Aku berdiri sambil mengangkat tubuh Laras. Dia aku gendong lalu berjalan mengitari kamarku yang
berukuran lima kali tujuh meter persegi. Sambil berjalan, aku senandungkan lagu Everything I Do, I Do
It for You yang biasa dinyanyikan Bryan Adam. Tangan Laras melingkar di leherku, bergayut manja. Aku
berjalan sambil mengayun-ayunkan tubuh Laras seperti menina-bobokan seorang gadis kecil. Nampaknya dia
menikmati sekali ayunan tanganku. Matanya setengah terpejam dengan mulut merekah. Aku dekatkan mulutku
ke bibirnya, lalu perlahan aku gigit bibirnya lalu aku hisap dengan lembut.
“Aahh…” Laras mendesah ketika lidahku menjilat langit-langit mulutnya.
Kami berciuman sambil menggendong tubuh Laras. Desahan dan erangan Laras bersaing dengan suara kecupan
bibirku pada bibirnya. Lalu kami saling lumat dan saling hisap. Aku bawa Laras ke tempat tidurku dan
aku baringkan dia, sementara lidahku terus menghisap dan mengait lidahnya. Aku ingin mencoba suasana
baru dalam persetubuhanku dengan Laras.
Perlahan aku buka tali lingerie yang mengikat bahunya dengan mulutku. sesekali mulutku mengecup
pundaknya sambil lidahku menjilat-jilat pundak Laras yang lunak tapi kenyal itu. Tali terlepas, tapi
lingerie itu masih melekat pada tubuh Laras. kembali mulutku menurunkan sedikit lengerienya sampai
dadanya terbuka, lalu aku kulum putingnya. Lidahku berputar dan mengait puting Laras yang sudah
bertambah kenyal dan sekitar puting itu berubah berbintil-bintil.
Nafsuku sudah mendekati puncak. Aku ingin menikmati Laras dengan cara lain. Aku berubah menjadi liar
dan kasar. Kasar namun tidak sampai membuat Laras merasa sakit. Aku ingin memuaskan nafsuku dengan
caraku sendiri. Dengan penuh semangat dan cepat aku cium leher Laras. Melihat kekasaranku, Laras agak
terkejut. Aku semakin liar dan rakus menetek payudaranya. Rupanya Laras ikut terbawa suasana. Nafasnya
terengah-engah terdengar di sela-sela erangannya.
“Sshh… Ayah… aahh… sshh”
Dengan tak kalah liar dia merengkuh kepalaku dan mencari-cari bibirku, lalu melumat bibirku sambil
memasukkan lidahnya ke dalam mulutku. kupeluk Laras dengan erat sambil beradu lidah. Kami saling hisap
dan saling sedot sambil saling mengait-kaitkan lidah dengan penuh nafsu dan liar. Aku menumpukan berat
badanku pada tubuh Laras, sehingga tubuh kami saling melekat dengan erat. Kulepas ciumanku pada bibir
Laras, lalu aku susuri leher Laras, kemudian berpindah ke payudaranya kembali. Dengan kasar aku cium
dan aku hisap payudara dan putingnya. Laras menggelinjang seperti ingin berontak melepaskan diri dari
pelukanku. Aku tahu Laras tidak ingin aku yang mengendalikan permainan. Laras menginginkan dia yang
mengendalikan permainan seperti tadi siang.
Laras ternyata memang tipe wanita agresif, selalu ingin menguasai permainan seks yang dilakukan. Dalam
setiap berhubungan sex, wanita seperti dia tidak hanya ingin dibuat orgasme dan dipuaskan, tapi juga
ingin memuaskan pasangannya. Wanita seperti dia juga dengan mudah muncul birahinya, seperti waktu
melihat aku telanjang dada tadi siang.
Tapi aku tak peduli. Aku tidak memberi kesempatan kepadanya untuk bertindak lebih jauh. Aku masih
ingin mengendalikan permainan ini. Kedua tanganku meremas-remas payudara Laras. Mulutku menyusuri
perutnya yang rata dan kenyal. Lidahku merayap dipermukaan kulit perutnya yang halus dan licin karena
ludahku. Kecupan dan jilatan lidahku makin cepat, liar dan kasar. Aku merangkak mundur sehingga
bibirku menyentuh perut bawahnya, tepat di atas vagina, lalu aku jilat dan aku kecup sambil
menghisapnya.
Laras melenguh dan menggelinjang. Aku ingin memberi tanda pada perut bagian bawah ini. Segera aku
kecup lalu kusedot dengan kuat sambil menggigit pelan. Laras mengerang ketika aku menghisap dan
menggigit perutnya. Beberapa saat kemudian, nampak bercak merah karena pembuluh darah di bagian itu
melebar. Lima buah cupang aku letakkan berjajar membentuk huruf V di perut Laras.
Setelah puas memberi cupang di perut bagian bawah, aku melepaskan lingerienya, tidak dengan tanganku,
tapi tetap dengan mulut dan gigiku. Ada sensasi lain yang aku rasakan ketika bibirku menyentuh
kulitnya saat melepas lingerie itu. Sensasi lain dengan kalau aku sekedar mencium seluruh tubuhnya.
Sensasi sentuhan bibirku pada kulit Laras saat melepas lingeri juga dirasakan Laras. Berkali-kali
suara lenguhan dan desisan kami bersahut-sahutan. Demikian pula saat melepas G-string yang melekat di
selakangannya. Bibirkuku pun bersentuhan dengan vagina Laras. Kami kembali merintih, mengerang dan
mendesah.
Setelah seluruh tubuh Laras terbuka, dengan cepat aku pagut vagina Laras yang sudah basah berlendir.
Lidahku dengan mantap menjilat dan bergetar pada klitorisnya, lalu vagina Laras aku hisap dan aku
kilik-kilik dengan lidahku. Vaginanya mengeluarkan aroma berbeda dari tadi siang atau tadi sore. Itu
karena Laras memakai lotion untuk vagina yang dia beli di mall. Aroma wangi menyusup hidungku membuat
aku makin bersemangat untuk mengulum vagina dan klitorisnya.
“Ahh… sshh” hanya itu kata-kata yang berkali-kali keluar dari mulut Laras, tak ada yang lain.
Laras benar-benar menikmati permainanku. Badannya menggelinjang bergerak seperti ular yang menari
karena mendengar tiupan seruling. Lidahku aku getarkan dengan cepat menyentuh bibir vagina Laras
bagian dalam, sambil sesekali aku masukkan dan aku getarkan di dalam lubang vaginanya yang sangat
sempit. Sesekali pula aku sedot saat kurasakan lendir vaginanya meleleh keluar sambil memasukkan
klitorisnya ke dalam mulutku. Lalu aku masukkan hidungku ke dalam vaginanya. Sambil aku tekan,
hidungku aku gesekkan di dalam lubang vagina Laras. sementara itu lidahku menjilat kulit antara anus
dan vaginanya.
“Auw…sshh… Ayaahh…” Laras menjerit saat lidahku menjilat kulit antara anus dan vaginanya. Sejenak dia
bergetar, lalu Laras mengangkat badannya seperti akan duduk. Mulutnya mendesis dan mengerang.
“Ssshh… Laras diapain Yah… ?” tanya Laras di sela-sela desisan bibirnya. “Aahh… nikmat bangeettt…”
katanya lagi lalu kembali terlentang dan bergerak liar. Aku tak menjawab.
Aku lebih peduli dengan vagina dan klitoris Laras. Lebih peduli pada kulit antara anus dan vaginanya.
Aku terus menjilat dan menghisap. Membiarkan Laras menikmati setiap rangsangan yang aku berikan.
Kedua kaki Laras aku angkat dan aku lipat di perutnya dengan posisi membuka, sehingga pantatnya
terangkat dan vagina serta anusnya nampak sangat jelas. Ledir yang meleleh tampang cukup banyak dan
deras. Vaginanya tampak berkedut-kedut pelan, klitorisnya menonjol ke depan seperti penis kecil yang
sedang ereksi. Sedangkan anusnya yang berkerut ikut berkedut pula. Anusnya basah mengkilat karena
terkena lelehan cairan vaginanya.
Aku tusukkan hidungku ke lubang anus Laras lalu aku goyangkan sambil aku tekan. Tercium bau khas anus
bercampur wangi lotion vagina membuatku nyaman muntuk terus menjilat dan memasukkan lidahku. Mungkin
bagi orang lain jijik menjilat anus partner seksnya, tapi bagiku bau itu menimbulkan sensasi
tersendiri, apalagi bercampur dengan lotion vagina. Lidahku dengan cepat menari mengorek anus Laras.
Bibirku mengecup dan dan menjepit kerut-kerut anusnya kuat-kuat. Tak kuduga. Laras dengan cepat
mencapai orgasme yang pertama malam ini. Tubuhnya meliuk-liuk tak terkendali lalu mengejang dengan
kuat, mulutnya mendesis-desis.
“Aahh… Ayah… Laras dapet lagi… aahh…” Laras berteriak kencang.
Tangan Laras mencengkeram kepalaku lalu rambutku diremas. Aku berhenti sejenak mengamati Laras. Mata
Laras terpejam dengan nafasnya terengah-engah. Kedua betis dan pahanya menjepit kepalaku ketika aku
susupkan kembali di antara kedua pahanya. Aku teruskan jilatanku pada anusnya, namun tidak secepat dan
sekaras tadi. Perlahan dan lebut seluruh permukaan lidahku aku oleskan ke anusnya beberapa kali, lalu
aku ganti menghisap lembut dan pelan klitorisnya. Aku ingin Laras dapat menikmati orgasmenya sepanjang
mungkin. Aku merangkak menindih Laras. dengan lembut dan pelan aku kecup payudaranya. Laras memeluku
lalu mencium bibirku. Dia agak kaget mencium bau anusnya yang masih menempel di bibir dan lidahku,
lalu tersenyum sambil memejamkan mata.
“Ayah nggak jijik mencium dan menjlat anus Laras?”
“Enggak tuh…” jawabku. Laras menjawab dengan memelukku lalu mencium bibirku dengan ganas.
“Kalau gitu Laras juga enggak jijik.”
“Enggak jijik apa?”
“Ada deh… eh tapi Ayah nakal terus…?”
“Nakal gimana Sayang?”
“Laras inginnya Ayah yang ejakulasi, bukan Laras yang orgasme duluan”
“Ya sudah… sekarang terserah Laras.” kataku lalu berbaring di samping kanannya sambil menyusupkan
tangan kiriku di bawah kepalanya, lalu memeluknya
Perlahan Laras bangkit lalu menindih tubuhku, lalu dengan ganas dan liar dia mencium sekujur tubuhku.
Leherku basah kuyup karena jilatannya. Hebat sekali gadis ini. Tujuh kali orgasme dalam sehari masih
memiliki tenaga dan nafsu yang luar biasa dalam berhubungan sex. Mau tak mau aku membadingkan dengan
isteriku yang hanya mampu bertahan dua kali orgasme sekali bersetubuh, kemudian menunggu dua atau tiga
hari baru berhubungan sex lagi. Tapi Laras benar-benar tinggi stamina dan nafsunya. Laras tetap saja
masih liar, menjilat-jilat tubuhku, dan meremas putingku dengan bibirnya. Putingku digigit-gigit dan
dihisap bergantian kiri dan kanan.
Sementara, penisku yang sudah tegang sejak mengamati Laras berganti pakaian dengan lingerie,
dimasukkan kedalam vaginanya. Laras memang tidak menggoyangkan pantatnya untuk mengocok penisku, tapi
gerakannya waktu menjilat dan mengisap tubuhku membuat pantatnya juga bergerak, sehingga penisku
serasa dipilin dan dipijat vagina Laras. Ingin aku mengimbangi gerakan Laras, tapi setiap aku
merespon, Laras melarangku.
“Ayah diam dulu ya… biar Laras yang muasin Ayah…”
Akhirnya aku diam menikmati permainannya yang semakin agresif dan liar. Aku hanya menggeliat dan
mendesis nikmat. Laras memundurkan badannya, sehingga penisku terlepas dari vagina, namun bibir dan
lidahnya tetap menjilat dan meremas kulit dada dan perutku. Bibir dan lidah Laras diseret dan bergeser
di permukaan kulitku, lalu berhenti dan berputar-putar di tempat, diseret dan bergeser lagi, berkali-
kali. Perpindahan lidah dan bibir Laras makin ke bawah ke aras penisku.
Ketika sampai di pangkal penisku, lidahnya menekan dan menari-nari membasahi batang penisku. Kemudian
lidah Laras mengitari selakanganku sebelah kiri dan kanan lalu berhenti di bagian bawah menjilat,
mengecup dan memijat scrotumku dengan lembut sehingga aku melayang dibuatnya. Tiba-tiba Laras menjadi
liar ketika dengan penuh nafsu, penisku dilahapnya lalu dihisap dan dipuntir dengan lidahnya.
“Ssshh… Laras… sshh…” aku mendesis dan mengerang.
“Nikmat kan Yah…?” kata Laras ketika berhenti menghisap penisku.
“Iyyyaa… Terusin Sayang…aahh” aku minta Laras untuk meneruskkan aksinya.
Sebenarnya, tanpa kusuruh pun Laras pasti terus mengulum dan mengocok penisku dengan mulut dan
lidahnya, karena begitu selesai mengucapkan kata-kata itu, Laras dengan sigap langsung mengulum
penisku kembali dengan intensitas lebih tinggi.
Tangannya menggenggam pangkal penisku sambil digerakkan seolah sedang memutar gas sepeda motor
dibarengi dengan gerakan mengocok dengan erat dan mantap namun lembut, sehingga penisku terasa nikmat
sekali. Beberapa saat kemudian, aku sudah hampir ejakulasi. Laras mempercepat kocokannya dan
memperkuat hisapannya. Namun tiba-tiba dilepaskannya penisku dari mulutnya. Bibirnya menyusuri pangkal
pahaku, lalu berputar-putar di pahaku bagian dalam. Kakiku kemudian diangkat sehingga tubuh dan kakiku
membentuk sudut sembilan puluh derajat.
Kemudian Laras meneruskan jilatannya sambil menyeret lidahnya dipermukaan kulit paha belakangku, lalu
pantatku menjadi sasaran lidahnya. Giginya mengigit-gigit pelan pantatku dibarengi dengan hisapan dan
jilatan lidahnya. Laras tidak berhenti di pantatku. Belahan pantatku pun ikut dijilat, dikecup dan
dihisapnya. Anusku juga tak lepas dari korekan dan pijatan lidah Laras, sementara tangannya terus
mengosok penisku.
“Uhh… ssshh” hanya itu kata-kata yang mampu aku ucapkan menikmati jilatan, hisapan dan kecupan Laras
di anusku.
Baru kali ini seumur hidupku pantatku dijilat orang, apalagi sekarang dijilat dan dihisap gadis muda
yang cantik seperti Laras. Aku benar-benar puas atas permainan Laras. lama sekali dia menjilat anusku
sampai-sampai aku kembali hampir ejakulasi. Penisku yang ada dalam kocokan Laras terasa berkedut
hebat, tapi dia berhenti mengocok penisku dan menjauhkan mulutnya dari anusku.
“Laras… Masukin penis Ayah ke dalam…” kata-kataku terhenti.
Aku berharap agar Laras segera mengulum penisku, namun lagi-lagi Laras membuat aku semakin penasaran.
Laras malah menjilat betisku.
“Sabar Ayah… ejakulasinya nanti dulu ya…” kata Laras sambil tersenyum mengejek.
Aku makin penasaran. segera aku raih kepala Laras dan aku sodorkan ke penisku, namun Laras mengelak
dengan gesit.
“Eit… sabar dong… Ayah nikmatin aja dulu seperti siang tadi Laras menikmati permainan Ayah… hihihi…”
kata Laras sambil tertawa.
Rupanya dia ingin membalas, ketika tadi siang orgasmenya aku tunda sampai beberapa kali.
Selesai berkata begitu, lidahnya lincah menari menyusuri betis belakangku, lalu lipatan lututku.
Jilatan Laras terus turun ke arah telapak kakiku. Memang, geli dan nikmat rasanya, namun tentu saja
lebih nikmat jika Laras mengisap penisku, bukan betis, lipatan lutut atau telapak kakiku. Kekecewaan
karena ejakulasiku yang tertunda dua kali membuat penisku sedikit mengendur, walapun masih cukup keras
untuk masuk ke vagina Laras. Rupanya Laras tahu kalau penisku jadi sedikit mengendur.
Laras berhenti menjilat telapak kakiku, lalu merangkak menindih tubuhku. Tubuhnya dengan ketat
menghimpit tubuhku. Payudaranya melesak karena menekan dadaku, sedangkan vagina dan klitorisnya
digesek-gesekkan di penisku. Kembali penisku ereksi dengan sempurna. Tegang, keras, dan kekar. Dengan
sekali gerakan pinggulku, ujung penisku sudah menempel di mulut lubang vagina Laras. aku angkat
pantatku agar penisku segera melesak kedalamnya, namun vagina Laras benar-benar sempit, sehingga aku
kesulitan dan gagal memasukan penisku. Nafsuku benar-benar memuncak, ingin segera terpuaskan.
“Ayah… kok enggak sabaran sih…?” kata Laras sambil tertawa ketika aku gagal memasukkan penisku.
“dibilang nanti ya nanti dong… Ayah sabar ya…” katanya lagi
“Laras… ayo dong… Ayah udah nggak tahan, Sayang…” kini aku yang merengek minta segera dipuaskan oleh
Laras.
Laras menjawab permintaanku dengan mengulum putingku. Bibir dan lidahnya kembali menjilat-jilat
dadaku, leherku dan melumat bibirku. Penisku yang sudah hampir meledak terjepit vaginanya. Laras
menggerakkan pantatnya, penisku pun dikocok bibir vaginanya. Bibir vagina dan klitoris Laras yang
basah terasa hangat mengocok, menjepit dan meremas penisku. Aku hampir gila diperlakukan Laras seperti
ini.
“Uh… ssshh…” Laras mendesis sambil menggigit bibir bawahnya sambil memejamkan matanya erat-erat.
Rupanya gesekan penisku di klitoris dan vaginanya telah membuat Laras terangsang hebat dan tak mampu
membendung nafsunya sendiri. Nampak sekali gerakan Laras sudah tak teratur. Akhirnya Laras
mengendurkan pelukannya. Penisku diraihnya lalu dikocok sebentar sebelum dimasukkan ke dalam
vaginanya. Dengan susah payah, akhirnya setengah penisku amblas ke dalam vagina Laras. Laras berusaha
memasukkan semua penisku ke dalam vaginanya dengan menduduki penisku, lalu mengangkat pantatnya dan
menekannya ke bawah.
“Ayaahh… ssshh… aahh” Laras mendesah dan mengerang ketika akhirnya penisku masuk semuanya ke dalam
vaginanya.
Dengan pelan dan lembut Laras bergerak memutar pinggulnya. Putaran dan goyangan laras membuat penisku
terasa dipijat dan diremas. Lalu aku merasakan sesuatu yang belum aku rasakan selama bersetubuh dengan
Laras atau dengan isteriku. Aku merasakan penisku disedot dengan kuat beberapa kali, lalu seperti
dikocok biasa, kemudian disedot lagi beberapa kali, lalu biasa lagi… Aku tatap mata Laras yang
terpejam menikmati persetubuhan yang kami lakukan. Aku merasa melayang. Berkali-kali sedotan vagina
Laras membuatku segera menuju ejakulasi. Aku berusaha menahan, karena Laras saat ini belum meunjukkan
tanda-tanda akan orgasme. Tiba-tiba Laras mencabut penisku dari vaginanya, lalu duduk sambil tangannya
meremas dan mengocok penisku.
“Jangan buru-buru dikeluarin Ayah… Ayah tadi janji sama Laras…”
“Janji apa sayang…” aku benar-benar lupa apa yang suydah aku janjikan kepada Laras.
“Masa lupa Yah…”jawab Laras tanpa memberi penjelasan apa janjiku, Laras mengulurkan kedua tangannya
menyuruh aku bangkit. Setelah aku duduk, Laras membelakangi aku dan nungging.
“Dari belakang Yah… Laras ingin disetubuhi dari belakang”
“Oh… Laras… kamu bukan gadis kelas 3 SMA… kamu benar-benar wanita. Wanita dewasa yang matang dan
selalu ingin mencoba yang baru…” kataku dalam hati.
Tanpa menunggu lebih lama segera aku merangkak mendekati Laras dan memegang pantatnya. Dengan pelan
aku masukkan penisku ke dalam vaginanya. Laras menyambut penisku dengan tidak sabar. Dihentakkannya
pantatnya ke belakang dengan keras dan cepat. Vagina Laras yang sudah sangat basah dan agak melebar
karena terangsang hebat, serta posisi doggy ini membuat penisku tak terlalu sulit memasuki vaginanya.
setelah masuk semuanya Laras memutar pantatnya. Penisku serasa dipilin-pilin, diremas dan dipijat.
“Ahh… Ayaahh….” Laras menjerit. “Nikmat sekali…aahh ssshh”
Aku raih payudara Laras yang bergoyang-goyang karena gerakannya untuk mengocok penisku. Kuremas dan
kupilin putingnya, sambil terus bergerak maju mundur mengocok penisku di dalam vagina Laras. Dengan
posisi doggy ini membuat tulang vagina Laras yang bagian depan mengesek batang penisku bagian bawah.
Nikmat dan nikmat. Itu yang aku rasakan ketika penisku keluar masuk dalam vagina Laras yang bergerak
dan berputar.
Entah kenapa aku yang tadi sudah hampir ejakulasi kini aku merasa sangat segar dan kuat. Tak sedikit
pun tanda-tanda aku akan segera ejakulasi. Mungkin karena dengan posisi doggy ini aku merasa dapat
mengendalikan persetubuhan, bukan dikendalikan oleh Laras, sehingga aku masih mampu bertahan. Apalagi
aku melihat Laras menikmati persetubuhan dengan gaya yang pertama dia lakukan. Aku makin merasa nyaman
dan mampu bertahan untuk tidak ejakulasi dengan cepat.
Dengan mantap dan kencang aku sodokkan penisku ke dalam vagina Laras. tubuh Laras tergundang-guncang
maju mundur karena goyanganku. Kedua tanganku memegang dan pantat Laras. empat jari tangan kanan dan
kiri meremas pantat Laras, sedangkan jempolku aku selipkan di belahan pantatnya, mengorek dan mengelus
anusnya.
“Ayah… nikmat sekali…” kata Laras sambil menoleh ke belakang dan berusaha melihat apa yang aku lakukan
terhadap anusnya.
“Iya… Sayang… Ayah juga merasa nikmat…”
“Jempol ayah… sshh… aahh… Jempol ayah…” Laras mendesiskan kata-kata dengan cepat sambil terengah-
engah.
“Hmmm…? Kenapa… ? Nikmat kan…?”
“Iya… aahh… ssshh…” Laras makin mendesis dengan mata melotot. “Masukin Ayah… Masukin penis Ayah di
anus Laras… Cepat Ayaahh…” Laras berteriak kesetanan.
Rupanya dia ingin melakukan anal seks. Laras benar-benar gadis yang luar biasa di bidang seks. Dia
nampaknya selalu ingin mencoba hal-hal yang baru. Sedangkan aku, ini pertama kali aku melakukan anal
sex. Aku belum pernah memikirkan untuk melakukan anal sex, sementara isteriku juga tak pernah meminta.
Memang kami melakukan hubungan sex dengan berbagai macam gaya, tapi yang namanya anal sex belum pernah
kami coba lakukan. Kami tidak pernah mengeksplor anus waktu melakukan foreplay. Sejenak aku ragu, tapi
Laras kembali meminta untuk melakukan anal sex. Perlahan aku lepaskan penisku dari vagina Laras.
“Kenapa berhenti Ayah…?” tanya Laras “Kalau gitu cepat masukin penis Ayah dalam anus Laras…” kata
Laras sambil meremas dan mengocok vagina serta klitorisnya sendiri.
Aku turun dari tempat tidur untuk mengambil botol lubricant gel yang biasa aku gunakan untuk
bersetubuh dengan isteriku. Karena dia sudah mengalami menopause, lubricant gel ini sangat menolong
untuk membuat vagina isteriku basah. Kelenjar yang mengeluarkan cairan vaginanya tidak produktif lagi.
Kami gunakan lubricant gel agar isteriku tidak kesakitan waktu bersetubuh. Dengan demikian isteriku
dapat menikmati persetubuhan yang kami lakukan
Kuminta Laras untuk nungging lagi. Perlahan aku elus anus Laras sambil sedikit-demi sedikit aku
masukkan jariku agar otot-otot anusnya mengembang. Aku tahu, Laras akan kesakitan karena anusnya
dimasuki penisku untuk yang pertama kali. Bagaimanapun juga otot anus berbeda elastisitasnya dengan
otot vagina yang lebih mudah melebar saat dimasuki penis. Aku mencim dan menjilat anus Laras dengan
lahap guna memberi rangsangan. Dengan jilatanku, aku berharap Laras akan merasa nikmat sehingga pada
saat aku lakukan penetrasi, Laras tidak akan begitu kesakitan.
“Aahh… aahh… sshh… Ayah… cepat masukin dong…” Laras merintih dan merengek agar aku cepat-cepat
memasukkan penisku.
Rupanya Laras benar-benar penasaran untuk menikmati anal sex.
“Iya Sayang…” jawabku sambil terus menjilat dan mengorek anus Laras dengan lidahku. “Sabar sebentar…
tunggu sampai anus Laras bener-bener siap menerima penis Ayah.”
“Auw… ssshh nikmat. Ayah… masukin sekarang dong…”
Aku tidak mau langsung memasukkan penisku ke dalam vagina Laras. aku tidak ingin dia terlali kesakitan
karena pertama kali melakukan anal sex. Aku meraih botol lubricant gel lalu memasang tabung
aplikatornya. Perlahan aku tusukkan tabung aplikator ke dalam anus Laras sambil menekan botol itu.
“Ups… sshh ya… gitu dong Ayah… penisnya dimasukin”
Laras tidak menyadari kalau yang aku masukkan kedalam anusnya bukan penis melainkan aplikator. Setelah
cukup gel yang masuk ke dalam anus Laras, aku tuang dan aku oleskan pada telunjuk tangan kananku.
Kemudian telunjukku yang basah karena lubricant gel perlahan-lahan aku tusukkan ke dalam anus Laras,
aku tarik sedikit, lalu aku tusukkan lebih dalam lagi.
“Ahh… terusin Yah…”
Dengan perlahan aku kocok jariku di anus Laras, sementara tanganku yang lain meremas vagina Laras.
Klitorisnya aku pilin-pilin dan pencet dengan lembut dengan jempolku, sedangkan dua jariku memasuki
lubang vaginanya lalu bergerak keluar masuk di dalam vaginanya. Dua lubang sumber kenikmatan seksual
Laras aku korek, aku tusuk-tusuk. Pantatnya aku jilat dan aku gigit-gigit pelan. Laras terus merintih
dan mendesah menikmati setiap remasan, kocokan dan gigitanku. Anus Laras sudah siap sekarang, karena
jariku dengan leluasa dapat keluar masuk memompa anusnya. Perlahan penisku yang sudah sangat keras dan
tegang aku tempelkan di pantatnya. Jariku terus mempompa anus dan vaginanya.
“Kok belum masuk sih…? Tadi yang masuk apa dong Yah…” tanya Laras setelah tahu penisku belum menyentyh
anusnya
Perlahan telunjuk kananku aku lepas dari anus Laras. Kembali aku tuang lubricant gel lalu aku oleskan
di penisku. Perlahan penisku aku coba masukkan ke dalam anusnya. Susah sekali memasukkan penisku,
walaupun lubrikan gel cukup membantu. Laras mengerti kesulitanku lalu menoleh ke belakang.
“Sshh… Aahh… Susah masuknya ya Yah?” tanya Laras lalu dia merendahkan bahunya dan membuka lebar-lebar
pahanya sehingga posisinya semakin nungging, pantatnya dan anus membuka lebih lebar.
“Sabar ya Sayang…” kataku. “Agak sakit nanti pada awalnya”
“Iya… Yah… nanti pasti sakit, tapi sesudah itu jadi nikmat” kata Laras sambil tersenyum.
Aku paksa penisku agar bisa masuk ke dalam anus Laras dengan mendorongnya kuat-kuat.
“Auw…” Laras menjerit kesakitan saat seperempat bagian penisku berhasil memasuki lubang anusnya.
“Sakit sekali Yah…”
Aku berhenti sejenak untuk membiarkan otot anusnya melebar secara alami agar tidak terlalu menyakitkan
bagi Laras.
“Kenapa berhenti Ayah…?” tanya Laras sambil menggoyangkan pantatnya.
“Supaya Laras tidak kesakitan…” jawabku.
“Terusin dong yah…” kata Laras lalu mendorong mundur sehingga penisku tertekan dan melesak beberapa
senti lagi ke dalam anusnya. Akibatnya sungguh luar biasa bagiku.
Pantat Laras yang berputar membuat penisku serasa dijepit dengan ketat oleh benda yang kenyal sambil
diremas-remas. Nikmat. Sungguh nikmat!
“Aahh…” kami mengerang hampir bersamaan.
“Sakit Sayang?” tanyaku mendengar Laras merintih
“Sakit sedikit … tapi nikmat sekali, Ayah” kata Laras. Kemudian Laras dengan semangat menggoyangkan
pantatnya.
Mendengar desahan dan erangan Laras yang dapat merasakan nikmat saat penisku bergoyang karena gerakan
pantatnya, aku tarik penisku keluar sedikit lalu aku masukkan lagi dengan pelan tapi mantap. Setelah
tiga empat kali penisku keluar masuk, aku tekan dengan sedikit keras sehingga penisku melesak
sepenuhnya ke dalam anus Laras.
“Auw…” Laras kembali menjerit
“Sakit Sayang…?”
“Enggak…” kata Laras sambil dengan semangat dia memutar pantatnya mengimbangi gerakan maju mundur yang
aku lakukan. “Ahh… Nikmat sekali Ayah… sshh… aahh… sshh…”
Aku membungkuk untuk meraih klitoris Laras lalu memilin dengan dua jariku, sementara tanganku yang
lain meremas-remas payudaranya. Kami mengerang bersahut-sahutan. Belum lima menit, tubuh Laras
mengejang sambil mengerang keras.

“Ayaahh… auw… aahh…” teriakan Laras mengagetkan aku. Laras meliukkan badannya, pantatnya disodok-
sodokkan ke belakang dengan keras dan cepat.
“Kenapa Sayang…?” aku bertanya karena mengira dia kesakitan.
“Laras…aahh…ssshh… Laras orgasme lagi….”
Aku tak menduga Laras sudah orgasme. Rupanya benar informasi yang aku baca, anal sex lebih nikmat,
baik bagi perempuan maupun laki-laki. Dengan anal sex, penis terjepit lebih kencang sedangkan bagi
wanita, sodokan penis di dalam anus dapat dengan mudah mendorong otot-otot usus besar menekan G-spot.
Itu sebabnya kenikmatan yang ditimbulkan luar biasa. Demikian pula Laras. Hari pertama melakukan
persetubuhan disertai dengan anal sex.
Hal ini rupanya yang menyebabkan Laras dengan mudah memperoleh puncak kenikmatan. Laras ambruk
tersungkur di atas tempat tidur sehingga penisku terlepas dari anusnya. Sebenarnya aku juga hampir
ejakulasi, kalau saja Laras dapat bertahan lebih lama sedikit lagi. Laras membalik tubuhnya hingga
terlentang, nafasnya memburu terengah-engah sedangkan matanya terpejam.
“Nikmat sekali Ayah…” katanya lalu diam tidak bergerak sampai beberapa saat.
“Ayah-bener-bener hebat…” katanya lagi

Cerita Sex Terbaru Mbak Siska
       Aku yang selama ini hidup di kampung dan berkunjung ke kota metropolitan sungguh sangat beda sekalai ,
di jalan penuh dengan kendaraan dan bising yang bergerak kesana kesini dan benar benar semrawut, semua
orang ingin menang sendiri dan kemacetan merupakan hal yang biasa di kota ini.
Tak heran karenanya para penghuni kota selalu mencari kesempatan untuk refreshing. Melupakan kehidupan
yang begitu penuh dengan persaingan, saling ganjal, saling sikut demi kepentingan pribadi. Mereka ada
yang pergi ke luar kota, ke daerah pegunungan, ke pantai atau ada juga yang datang ke tempat-tempat
hiburan sekedar mendengarkan musik sambil minum-minum bersama teman-temannya.
Setelah hidup tiga bulan di kota ini, aku sudah mulai bisa menyesuaikan diri dengan gaya kehidupan di
sini. Aku pernah juga menyempatkan diri mampir ke sebuah café untuk mencari hiburan hanya sekedar
melepaskan kepenatan keseibukanku sehari-hari.
Aku pun sudah tak berhubungan dengan suamiku lagi setelah kuminta surat cerai darinya, meski kutahu ia
berada di kota tempatku kini tinggal. Terakhir kali kami bertemu di suatu tempat dan ia menyatakan
maaf atas segala perlakuannya selama ini.
Aku memaafkannya dan meminta untuk tidak lagi berhubungan demi kepentingan bersama. Suamiku sebenarnya
masih mencintaiku namun keadaan memang tidak memungkinkan lagi. Ia akhirnya menyatakan selamat tinggal
dan meninggalkan selembar cek bernilai sangat besar. Katanya untuk menunjang kebutuhanku sehari-hari.
Sebelum aku datang ke kota ini, aku sudah mempersiapkan diri untuk mencari kesibukan. Beruntunglah aku
berkenalan dengan seorang wanita pengusaha. Usianya tak jauh berbeda denganku. Orangnya pandai
bergaul, ramah dan pintar.
Namanya Nuraini. Aku memanggilnya Mbak Siska, karena ia memang meminta dipanggil seperti itu. Cantik,
tinggi semampai, tubuhnya montok dan suka berpakaian seksi. Orang bilang tipe ‘Bangkok’. Penampilannya
memang sempurna.
Wanita berkelas. Katanya ia kenal dengan orang-orang penting dikota ini. Pejabat pemerintah,
konglomerat sampai ke jenderal-jenderal dikenalnya dengan baik.
Aku tak tahu bagaimana ia bisa menjalin hubungan dengan mereka. Tapi yang pasti, kalau melihat
penampilannya yang serba ‘wah’, aku percaya dengan pengakuannya itu. Siapa yang tak suka berhubungan
dengan Mbak Siska yang cantik dan seksi itu.
Aku sering berhubungan dengannya dan banyak meminta nasihat, saran berkaitan dengan bisnis di kota ini
yang penuh dengan persaingan ketat. Aku pun mau tak mau harus bisa mengimbangi gaya hidupnya yang
serba aktif, termasuk mengunjungi tempat-tempat hiburan atau lebih dikenal dengan istilah ‘Dugem’.
Sore tadi aku ditelepon Mbak Siska untuk bertemu di sebuah café yang kebetulan tak begitu jauh dari
tempat tinggalku. Katanya aku akan dikenalkan dengan seorang pengusaha besar. Mbak Siska berjanji akan
mengikutsertakan diriku untuk sama-sama mengerjakan proyek besar dari pengusaha ini.
Di telepon dia wanti-wanti agar aku berdandan secantik mungkin, bahkan kalau bisa seseksi mungkin. Aku
tertawa saja mendengar permintaannya itu dan kukatakan ada-ada saja, masa bertemu dengan pengusaha
saja harus berpakaian seksi, kataku polos. Tetapi ketika berangkat aku berpakaian seksi juga pada
akhirnya.
Sebelum keluar pintu rumah, aku masih menyempatkan diri bercermin di depan kaca yang ada di ruang
tamu. Kuperhatikan dandananku agar tak membuat malu Mbak Siska nantinya. Aku cukup puas dengan
penampilanku.
Blouse warna hitam itu sangat cocok sekali dengan warna kulitku yang putih bersih. Melekat ketat
mencetak bentuk tubuhku sehingga memperlihatkan lekukan-lekukannya, terutama di bagian dada.
Payudaraku nampak membusung penuh di balik blouse ketat ini.
Bahkan kancing bagian atasnya sampai susah dimasukan ke dalam lubangnya saking ketatnya. Aku agak
jengah melihat tonjolan dadaku sendiri. Ke bawahnya kupadu dengan rok sebatas lutut. Aku sengaja
memakai rok ini supaya bentuk kakiku yang ramping dan betisku yang indah kelihatan cantik. Aku puas
dengan dandananku.
Setengah jam kemudian aku sudah berada di café itu. Aku celingukan mencari Mbak Siska di tengah
keramaian orang-orang yang berlalu lalang di sana. Agak gugup juga aku berada di sana, mungkin belum
terbiasa dengan kehidupan malam seperti ini meski telah beberapa kali mencobanya.
Selang beberapa menit, aku menemukannya di pojok ruangan café itu tengah duduk berdua dengan seorang
pria. Mbak Siska segera melambaikan tangannya padaku saat kumelangkah ke sana.
“Sini buruan,” panggilnya.
“Nah, kenalin ini teman saya. Cantik khan?” katanya kemudian seraya memperkenalkanku kepada pria di
sampingnya.
“Anna,” ucapku lirih malu-malu sambil menyodorkan tanganku menyambut uluran tangan pria itu.
“Aku Danang,” balasnya segera sambil tersenyum padaku.
Nampaknya pria ini sudah berumur namun penampilannya masih segar, penuh vitalitas, dan juga harum,
dengan wewangian yang terasa aroma maskulinitasnya. Orangnya masih gagah walau sudah berumur. Tubuhnya
pun tinggi, tegap, dan kekar.
Aku dapat merasakannya dari genggaman tangannya yang kuat, dan pemandangan samar bukit dadanya dari
balik kemeja yang dipakainya. Telapak tangannya yang besar menggenggam habis tanganku yang mungil.
Orangnya ramah, berkharisma, dan menarik. Kuperhatikan wajahnya yang cukup tampan itu. Kekagumanku pun
semakin bertambah. Penampilannya benar-benar ‘dandy’. Pakaiannya kelihatan mahal. Cukup meyakinkan
menjadi pengusaha besar.
“Silakan duduk,” ucapnya sopan.
Tempat duduk itu berbentuk setengah lingkaran merapat ke dinding dilengkapi meja di depannya. Tadinya
aku mau duduk paling ujung akan tetapi Mbak Siska menyuruhku bergeser lebih ke dalam agar ada tempat
duduk baginya. Sementara dari ujung sana, Mas Danang, demikian aku memanggilnya karena kulihat ia
sudah berumur, bergeser masuk untuk duduk sehingga praktis aku berada di antara mereka berdua.
Aku lirik Mbak Siska sebagai tanda protes karena posisiku yang terjepit tak ada jalan keluar. Lucunya,
ia malah mengedipkan mata entah apa maksudnya. Sedangkan dari sisi lain, Mas Danang terus merapat
padaku sehingga kurasakan bahu kami saling bersentuhan.
Aku jadi kebingungan oleh keadaan ini. Lagi-lagi Mbak Siska mengedipkan matanya, kali ini sambil
berbisik
“santai aja,” katanya.
Kami mulai mengobrol ngalor ngidul. Tanya ini dan itu diselingi canda gurau antara Mas Danang dengan
Mbak Siska yang agak berbau porno. Kelihatannya mereka sudah akrab betul. Bahkan sekali-sekali Mbak
Siska mencubit lengan Mas Danang sambil tertawa manja, bahkan genit.
Sementara aku yang berada di antara mereka hanya bisa tersenyum serba salah mengikuti canda mereka
yang semakin lama semakin seru. Karena berada di tengah mereka jadi sudah pasti aku terkena sentuhan
mereka saat saling cubit. Bahkan tangan Mas Danang sempat nyerempet buah dadaku yang menonjol terlalu
ke depan saat ia mencubit tangan Mbak Siska.
Dengan refleks, aku memundurkan tubuhku. Mereka nampaknya tidak memperhatikan itu. Sepertinya aku ini
tidak ada. Sebenarnya aku mulai tak nyaman dengan keadaan ini, kalau saja Mas Danang kemudian tidak
mengajakku turut dalam obrolan mereka.
Ia memang tipe pria yang romantis melihat dari tutur katanya. Tenang, kalem, penuh canda diselingi
pujian yang terdengar tidak gombal. Bahkan membuat wanita merasa tersanjung. Obrolan kami semakin seru
saja, apalagi setelah minuman pesanan kami tiba.
Aku ikut-ikutan meneguk minuman seperti mereka, meski sebenarnya tak tahu jenis apa minuman itu, yang
pasti terasa panas di tenggorakan. Aku tak ingin disebut kampungan. Aku tak mau dibilang ‘norak’.
Kemudian kami mulai berbicara serius.
Membicarakan bisnis kami. Mas Danang semakin merapat, bahkan wajahnya menjulur persis di depanku saat
bicara pada Mbak Siska. Tercium aroma after shave nya. Aroma rempah-rempah. Aroma khas laki-laki
jantan! Ehm.., aku mulai ngaco.
“Aku setuju saja dengan usulan Mbak Siska. Tapi engh.., gimana dengan Mbak Anna sendiri? Apa dia
setuju dengan usulan saya?” demikian kata Mas Danang seraya mengerling genit padaku.
Kurasakan duduknya semakin mepet padaku. Aku tak mengerti maksud perkataan itu. Aku segera menoleh ke
arah Mbak Siska seakan minta pertolongan apa yang harus kukatakan. Mbak Siska langsung berbisik padaku
bahwa ia setuju dengan penawaran harga atas proyek bernilai ratusan milyar itu asal aku dan Mbak Siska
mau bersenang-senang dengannya.
“Maksud Mbak?” bisikku semakin bingung.
Ia tak menjawab bahkan ia langsung mengiyakan pada Mas Danang tanpa meminta pendapatku dahulu. Kulihat
Mas Danang langsung tersenyum senang mendengar jawaban itu.
“Nah itu baru rekan bisnis yang jempolan,” katanya seraya menjawil daguku dengan gemas.
“Ayo kita rayakan kerjasama ini,” belum sempat aku protes apa yang mereka sepakati, tiba-tiba Mbak
Siska langsung meraih gelas dan mengacungkannya ke atas meja disambut oleh acungan gelas Mas Danang.
Mereka melirik padaku. Menunggu reaksiku. Aku sepertinya telah terjebak. Tak ada lagi yang bisa
kupebuat kecuali mengikuti ajakan mereka.
Kami sama-sama meneguk minuman dalam gelas sampai habis. Minuman itu langsung kutelan. Terasa panas di
tenggorokan. Bahkan tubuhku mulai terasa hangat. Kepalaku terasa agak melayang. Apa aku ini sudah
mabok?
Mereka terlihat gembira sekali sambil bernyanyi-nyanyi mengikuti lagu yang dimainkan oleh sebuah grup
musik di panggung café. Minuman dalam gelasku sudah terisi penuh kembali. Baik Mas Danang maupun Mbak
Siska memintaku untuk menghabiskannya.
Kuturuti permintaan mereka. Aku pun ingin bersenang-senang seperti mereka mengikuti suasana hingar
bingar musik. Kulihat penyanyi wanita di panggung meliuk-liukan tubuhnya dengan gerakan erotis
mengikuti irama musik padang pasir yang dimainkan grup musik.
Persis seperti penari ular. Suasana semakin heboh. Pengunjung lain, pria, wanita mulai ikut-ikutan
berjoget. Ada yang berpelukan, bahkan berciuman. Mereka tak malu melakukan itu di depan umum.
Suasana ini melanda di meja tempat kami. Mbak Siska tanpa diduga menyodorkan wajahnya persis didepan
mukaku dan disambut oleh Mas Danang dengan ciuman di bibirnya. Aku terpana melihat aksi mereka di
depanku.
Mereka asyik berciuman. Saling mengulum. Seolah aku tak hadir di depannya. Sungguh gila kehidupan di
kota ini. Aku tak menyangka akan sejauh ini. Begitu bebas. Ciuman mereka nampaknya semakin memanas.
Pandanganku semakin kabur. Mungkin minuman yang kuteguk tadi mulai mempengaruhiku. Tubuhku terasa
kelu. Dan entah kenapa pemandangan di depanku membuat diriku bergairah. Kulihat mereka asyik sekali
berciuman. Membuatku iri.
Entah bermimpi atau tidak, kurasakan sesuatu bergerak di bawah meja. Meraba-raba lututku dan merayap
perlahan, menelusup ke balik rokku, menggerayangi pahaku. Kutahu itu tangan Mas Danang. Aku tercekat.
Kurang ajar lelaki ini! kutukku dalam hati.
Pura-pura berciuman dengan wanita lain sementara tangannya menggerayang nakal di atas pahaku.
Kutepiskan tangan itu dari balik rokku. Mas Danang hanya mengerlingkan matanya padaku sementara
bibirnya tak pernah lepas dari bibir Mbak Siska. Gila semua! Pekikku dalam hati mengutuk perbuatan
mereka.
Kelihatannya Mbak Siska tahu apa yang dilakukan Mas Danang tehadapku. Ia tersenyum padaku sambil
menganggukan kepala. Entah apa maksudnya. Kemudian kurasakan kembali gerayangan di atas pahaku, namun
kali ini bukan hanya dari sisi kiriku tetapi juga dari sisi kanan tempat Mbak Siska.
Oh.. dunia ini semakin kacau! Masa Mbak Siska pun berselera kepadaku sesama perempuan? Aku sepertinya
terpesona oleh gerayangan tangan Mbak Siska yang begitu lembut dan mesra. Aku tak berani menepis
tangannya yang semakin naik menuju pangkal pahaku.
Mereka menghentikan ciumannya dan melirik bersama-sama kepadaku. Aku balas memandang tatapan mereka.
Kulihat kilatan bola mata mereka memancarkan gairah. Tiba-tiba saja, mereka mencium pipiku dari
kanan-kiri.
Aku berteriak memprotes perbuatan mereka. Teriakanku nampaknya tenggelam di tengah kegaduhan musik di
café itu. Tamu-tamu lain pun tak ada yang memperhatikan perbuatan kami. Mereka sibuk dengan
keasyikannya masing-masing.
Kurasakan gerayangan tangan mereka semakin nakal, terutama tangan Mbak Siska yang mulai menarik celana
dalamku. Aku tercekat dan tubuhku terlonjak. Saat itulah dengan mudahnya, Mbak Siska memelorotkan
celana dalamku hingga turun sampai ke lututku. Aku berteriak
“Mbak.. apa-apaan?!”
Mbak Siska tak berkomentar malah terus menciumi pipiku dan bergeser ke bibirku. Aku benar-benar
kelabakan dikeroyok mereka. Mas Danang tak tinggal diam. Bibirnya menciumi leherku dari samping kiri
sementara tangannya yang lain meraba-raba dadaku. Aku ingin menangis rasanya diperlakukan seperti ini
di muka umum.
Tetapi harus kuakui, mereka memang benar-benar lihai memperlakukanku. Penuh kelembutan. Tak ada
pemaksaan. Hanya aku saja yang tidak berani berontak. Tenagaku sepertinya hilang entah kemana.
Tubuhku terasa lunglai. Pengaruh minuman itu semakin terasa menguasai pikiran jernihku. Cumbuan hangat
mereka membuat tubuhku serasa terbakar. Aku mulai terbuai, terpesona oleh perasaanku sendiri. Apalagi
Mas Danang tak henti-hentinya membisikan rayuan dan pujian di telingaku.
“Kamu cantik sekali sayang.., tubuhmu benar-benar seksi.. sangat merangsang..” rayunya seraya mencopot
kancing blouseku untuk kemudian menelusupkan tangannya ke dalam.
Menggerayangi buah dadaku yang masih tertutup kutang. Diremasnya dengan lembut. Kurasakan jemari
tangannya mengelus-elus kulit bagian atas dadaku yang terbuka untuk kemudian menelusup ke balik
kutangku. Tanpa sadar aku melenguh.
Aku mulaui terbawa arus permainan mereka. Gairahku kembali muncul setelah cukup lama terpendam sejak
perselingkuhanku dengan Kang Hendi beberapa bulan yang lalu. Bergelora penuh gairah. Tubuhku
berdenyut-denyut oleh nafsu birahiku sendiri.
Darahku berdesir kencang, terlebih saat tangan Mbak Siska mengelus-elus bibir kemaluanku. Kurasakan
daerah itu mulai basah. Aku merasakan sesuatu yang lain dari sentuhan tangan Mbak Siska. Sepertinya ia
tahu persis titik-titik kenikmatan di daerah itu. Benar-benar indah, sampai-sampai aku tak sadar
mengerang lirih sambil memanggil namannya.
“Ya sayang..” jawabnya dengan lirih pula. Terdengar nafasnya mulai tersengal-sengal. Ia lalu berbisik
padaku untuk mencari tempat yang lebih leluasa dan kemudian disetujui oleh Mas Danang.
Aku sudah tak perduli mau dibawa kemana dan aku tak ingat bagaimana ia membawaku karena begitu mataku
terbuka aku sudah berada di atas ranjang empuk di dalam kamar yang dipenuhi oleh berbagai peralatan
mewah. Lampu yang bersinar temaram menolong pandangan mataku untuk melihat ke sekeliling.
Kulihat disamping ranjang Mas Danang tengah membantu Mbak Siska melepaskan pakaiannya. Dengan refleks,
aku melihat kepada diriku sendiri dan menarik nafas lega ketika kutahu pakaianku masih lengkap
menempel di tubuhku,
Hanya saja kancing blouseku sudah terlepas beberapa buah sementara rokku tersingkap memperlihatkan
kemulusan pahaku. Sedangkan kedua kakiku menekuk sebatas lutut sehingga dari arah mereka dapat
terlihat bagian dalam ujung pangkal pahaku yang masih tertutup celana dalam.
Aku menonton adegan mereka. Pakaian Mbak Siska sudah terlepas semuanya. Dalam hati aku mengagumi
keindahan tubuhnya yang sudah telanjang bulat itu. Buah dadanya tak sebear milikku tapi memiliki
bentuk yang indah dan nampak lebih membusung karena tubuhnya lebih kecil dibandingkan diriku.
Pinggulnya membentuk lekukan sempurna diimbangi oleh buah pantatnya yang bulat penuh. Perutnya rata.
Selangkangannya dipenuhi oleh rambut hitam legam yang begitu rimbun. Sangat kontras dengan warna
kulitnya yang putih bersih. Aku merasakan keanehan dalam getaran tubuhku saat memandang tubuh Mbak
Siska.
Jantungku berdegub semakin kencang melihat aksi Mbak Siska mencium Mas Danang dengan penuh gairah.
Kedua tangannya bergerak cekatan mempreteli baju dan celana Mas Danang. Tontonan ini semakin
mendebarkan.
Gairahku terpancing melihat tubuh Mas Danang yang masih oke walau sudah tua. Kemaluanku semakin
berdenyut-denyut melihat tangan Mbak Siska menelusup ke balik celana Mas Danang sambil memperlihatkan
ekspresi kaget di wajahnya.
Aku semakin penasaran oleh apa yang telah ditemukannya. Ia melirik padaku yang tergolek di ranjang
sambil memperlihatkan ekspresi wajah penuh kekaguman. Tanpa sadar, aku bangkit untuk melihatnya.
Aku jadi penasaran melihat Mbak Siska seperti sengaja menyembunyikannya dari pandanganku. Aku baru
terpekik kaget begitu Mbak Siska sambil menyeringai senang mengeluarkan sesuatu dari balik celana Mas
Danang dalam genggaman kedua tangannya.
Dari balik celana Mas Danang keluar batang kemaluannya yang sudah kencang dengan ukuran yang luar
biasa. Panjang dan besar! Padahal kedua tangan Mbak Siska sudah menggengamnya penuh tapi masih
terlihat sisa beberapa senti di atasnya.
Panjang sekali! Mbak Siska tersenyum senang seperti anak kecil mendapatkan mainan. Mengocoknya naik
turun sambil melambai-lambaikan batang itu ke arahku. Seolah ingin memperlihatkan kepadaku betapa
senangnya ia mendapatkan batang kont0l sebesar itu.
Aku hanya bisa menelan ludah sendiri menyaksikan semua itu. Sementara kulihat Mas Danang mengerling
padaku sambil tersenyum bangga dengan apa yang dimilikinya. Aku balas tatapan itu dengan menjilati
bibir dengan lidahku.
Kuingin ia tahu betapa besarnya keinginanku untuk menjilatinya. Kulihat bola matanya berbinar melihat
aksi genitku yang membuatnya bergairah. Kelihatannya ia ingin segera meloncat ke atas ranjang tempatku
berbaring dengan posisi yang menggairahkan.
Tetapi Mbak Siska menahannya di sana. Wanita itu langsung berjongkok di hadapan Mas Danang dan
menjilati batang itu dengan penuh nafsu. Kepala Mas Danang menoleh ke belakang sambil mengerang
kenikmatan merasakan jilatan lihai lidah Mbak Siska di sekujur batangnya.
Dari bawah naik ke atas, mengulum-ngulum kepalanya untuk kemudian turun kembali ke bawah menjilati
buah pelernya. Kepalaku terasa pening melihat aksi Mbak Siska.
Nafsuku mulai terasa di ubun-ubun. Aku diam di ranjang melihat permainan mereka sambil meremas-remas
dadaku sendiri. Aksiku menarik perhatian Mas Danang. Tangannya mencoba menggapai ke arahku namun tak
sampai.
Aku sengaja membusungkan dadaku memndekati ujung tangannya yang hanya tinggal beberapa senti lagi.
Jemarinya mencoba meraih tetapi tetap tak sampai. Aku tersenyum menggoda. Aku ingin Mas Danang
terangsang oleh godaanku. Jemariku mencopot kancing blouse satu per satu sambil menatap penuh gairah
kepadanya.
“Ooohh.. luar biasa.. ngghh..” erangnya merasakan kenikmatan dan rangsangan yang diberikan oleh dua
orang perempuan cantik nan seksi sekaligus.
Mbak Siska semakin semangat dengan aksinya. Mulutnya sudah penuh dengan batang kont0l Mas Danang.
Dihisap-hisap. Dikulum-kulum dengan penuh kenikmatan. Aku iri melihatnya. Aku lalu bangkit dari
ranjang dan menghampiri mereka.
Kupeluk tubuh Mas Danang dari belakang. Menciumi bahu dan punggungnya yang kokoh, sementara kedua
tanganku menggapai ke atas dadanya yang berotot. Aku bisa merasakan dadanya yang dipenuhi bulu-bulu
halus.
Spontan saja aku langsung mengelus-elusnya. Kemudian tanganku bergerak merambahi lengan Mas Rudi.
Lengan itu terasa begitu kencang, dengan otot-ototnya yang bersembulan. Kuelus dan kumainkan bisepnya
yang tebal dan padat itu.
Wajah Mas Danang menoleh ke samping mencari-cari bibirku untuk dikulum. Aku sengaja menghindar.
Menggodanya. Ia semakin terangsang. Kubiarkan saja seperti itu. Tanganku pun merayap ke arah perutnya.
Meski sudah berumur tetapi perutnya tidak buncit, sama dengan bagian tubuhnya yang lain, tampak kokoh
dengan otot-ototnya yang keras dan pejal. Ia nampaknya rajin berolah raga sehingga masih memiliki
tubuh seperti model pria di majalah kebugaran.
Kurasakan perutnya bergetar hebat mengikuti rayapan nakal jemariku. Kupermainkan bulu-bulu lebat di
seputar selangkangannya. Aku sengaja tidak meraba batang kont0lnya yang tengah dikulum Mbak Siska
meski kutahu pasti ia sangat menginginkan sentuhan tanganku pada batangnya.
Kudengar ia melenguh memanggil namaku. Ia rupanya tersiksa oleh godaanku. Aku tersenyum penuh
kemenangan. Entah kenapa dalam lubuk hatiku, aku ingin memberinya lebih dari apa yang diberikan Mbak
Siska pada Mas Danang saat itu. Inilah mungkin persaingan di antara wanita yang tak pernah disadari
oleh kaumku.
Aku lalu berpindah ke depan mereka diiringi tatapan Mas Danang yang begitu penasaran dengan apa yang
akan kulakukan. Aku ikut berjongkok di belakang Mbak Siska. Kupeluk wanita itu dari belakang. Mbak
Siska menoleh sebentar untuk kemudian meneruskan kulumannya.
Kudengar ia merintih saat tanganku memeluk buah dadanya. Kuremas dengan lembut sambil memilin
putingnya yang sudah mengacung keras. Aksiku tak pernah luput dari pandangan Mas Danang. Kuciumi
punggung Mbak Siska.
Sekali-sekali kugigit perlahan. Ia mengaduh. Tapi nampaknya tidak merasa kesakitan malah sebaliknya.
Ia terangsang karena kurasakan putingnya semakin mengeras.
Tanganku merayap lebih jauh. Turun ke bawah menelusuri permukaan perutnya. Lalu mengelus-elus bulu
kemaluannya. Jemariku segera menelusuri garis bibir kemaluannya. Mbak Siska melenguh merasakan
permainan jemariku.
Ia sudah basah. Jemariku merasakan daerah itu sudah sangat licin sehingga dengan mudah telunjuk jariku
melesak ke dalam liangnya. Kutekan perlahan. Jemariku bergerak keluar masuk untuk kemudian menusuk
lebih dalam.
Pinggul Mbak Siska bergoyang seperti gerakan bersenggama mengimbangi tusukan jariku. Kugeser-geser
dadaku ke atas punggungnya. Buah dadaku terasa semakin membusung oleh desakan nafsu birahi.
Meski masih terhalang oleh pakaian, namun terasa hingga ke hatiku. Aku ikut-ikutan melenguh menimpali
erangan Mbak Siska yang tengah disetubuhi oleh jariku. Kupermainkan kelentitnya. Aku tahu persis
kelemahannya, tahu mana titik-titik yang bisa membuatnya mem3kik penuh kenikmatan. Sama persis seperti
yang ada di tubuhku. Karena kami sama-sama wanita.
Mas Danang terperangah dengan aksi kami berdua di bawah. Pemandangan dihadapannya semakin membuat Mas
Danang terangsang hebat. Mungkin baru kali ini ia bercinta dengan dua wanita sekaligus dan tak pernah
membayangkan akan demikian dahsyat rangsangan yang dirasakannya.
“Oh.. kalian berdua sungguh luar biasa..” katanya dengan suara tersengal.
“Ayolah kita pindah ke ranjang. Aku sudah tak kuat lagi.. ngghh..” pintanya kemudian.
Kami lalu berpindah ke ranjang. Mas Danang mengambil posisi telentang, sementara aku berbaring di
sampingnya sambil berciuman dengannya. Mbak Siska rupanya belum mau melepaskan kuluman pada kont0lnya.
Ia masih asyik mengemot-emot batang itu.
Kedua tangannya tak pernah berhenti mengocok. Luar biasa pertahanan Mas Danang. Ia belum
memperlihatkan tanda-tanda akan mencapai puncaknya. Padahal Mbak Siska sudah mengeluarkan semua
kemampuannya menghisap kont0l itu. Ia penasaran sekali.
Aku dan Mas Danang kembali berciuman. Kurasakan tangan kekarnya bergerak lincah mempreteli kancing
blouseku hingga terlepas. Ia lalu meraih kaitan kutang di punggungku dan melepaskannya. Mas Danang
melenguh penuh kekaguman begitu kedua buah dadaku yang membusung penuh tumpah dari kutangku. Kedua
tangannya segera menangkap buah dadaku.
Meremas-remas seraya berkata betapa kenyal dan montoknya buah dadaku. Ia tak berhnti memuji-muji
kecantikan tubuhku. Bibir langsung berpindah ke atas payudaraku. Menciumi keduanya dan menjilat-jilat
putingku. Aku meringis keenakan menghadapi lumatan pada putingku. Tangannya meraih tanganku untuk
dibimbing ke arah kont0lnya.
Mbak Siska lalu melepaskan kulumannya dan membiarkan aku menggenggam kont0lnya. Ia bangkit dan
mengambil posisi jongkok mengangkangi Mas Danang. Liang mem3knya persis di atas kont0l yang tengah
kupegang. Kuacungkan persis menempel di mulut liangnya. Aku melirik ke arah Mbak Siska dan memberi
tanda supaya menurunkan tubuhnya. Mbak Siska melenguh panjang saat ujung kepalanya menerobos masuk
bibir kemaluannya.
“Oohh.. gedee.. bangeett.. uugghh.. enaakkhh..!” rintih Mbak Siska penuh kenikmatan.
Kulihat batang yang lebih besar dari pergelangan tanganku itu melesak ke dalam liang Mbak Siska yang
sempit. Batang itu baru masuk setengahnya. Mbak Siska sudah kelihatan gelagapan. Kelihatannya tak akan
muat.
Mbak Siska menggoyang-goyang pantatnya sambil bergerak turun naik. Sedikit demi sedikit gerakan itu
membantu batang Mas Danang masuk lebih dalam lagi. Mbak Siska baru menjerit lega setelah merasakan
batang itu masuk seluruhnya.
Dia tampak puas bisa membenamkan seluruhnya. Setelah itu ia beergerak naik turun. Telihat lambat
sekali. Ketika naik rasanya tidak sampai-sampai ke ujungnya. Begitu pula saat turun. Terasa lama
sekali baru mentok hingga ke dasarnya.
Aku terpesona melihatnya sambil berpikir apakah liangku mampu menerimanya. Aku tak bisa berpikir lama
karena tangan Mas Danang bergerak semakin nakal. Rokku telah dipelorotkannya sekaligus dengan celana
dalamku.
Aku kini sudah telanjang bulat seperti mereka berdua. Kurasakan jemari besar dan lembut Mas Danang
menusuk-nusuk liang mem3kku. Mulutnya tak pernah berhenti mengemoti puting susuku. Kenikmatan di dua
tempat ini benar-benar luar biasa.
Rangsangan dahsyat menyebar ke sekujur tubuhku. Cairan pelumas dari liang mem3kku semakin membanjir
sehingga memperlancar laju keluar masuk tusukan jari Mas Danang. Menyentuh seluruh relung vaginaku.
Kelentitku dipermainkan sedemikian rupa. Tubuhku terlonjak-lonjak saking keenakan. Pinggulku
bergoyang, berputar dan bergerak maju mundur mengikuti irama tusukannya.
“Ganti posisi Mbak..” kata Mas Danang tiba-tiba.
Ia bangkit sembari menurunkan tubuh Mbak Siska yang tengah asyik menungganginya.
Kulihat Mbak Siska sepertinya tahu apa keinginan Mas Danang. Ia langsung mengambil posisi merangkak di
atas ranjang, bertumpu pada kedua lututnya yang ditekuk sementara pantatnya menungging ke atas.
Mas Danang mengambil posisi di belakangnya. Ia tekan punggung Mbak Siska sehingga wajahnya menyentuh
ranjang. Pantatnya yang bulat penuh itu semakin menungging. Mas Danang bergumam tak jelas sambil
menatap penuh nafsu liang mem3k Mbak Siska yang sudah menganga lebar dari bagian belakangnya.
Mas Danang memegangi kont0lnya dan diarahkan ke liang itu. Tubuhnya segera didorong ke depan. Mbak
Siska melenguh seperti sapi yang sedang diperah. Mulutnya menganga sambil mengaduh karena merasakan
liangnya dijejali benda keras, panjang dan besar milik Mas Danang.
Aku iri melihat kenikmatan yang diperolehnya. Aku diam tak bergerak menyaksikan persetubuhan mereka.
Nafsuku semakin memuncak. Kedua tanganku dengan refleks meremas buah dadaku sendiri. Mas Danang
melihat perbuatanku. Ia menyuruhku untuk bergabung. Mbak Siska segera menarik tubuhku hingga telentang
persis di bawahnya.
Kedua kakiku dibukanya lebar-lebar kemudian wajah Mbak Siska mendekati pangkal pahaku. Aku berdebar
menantikannya. Kemudian kurasakan jilatan lidahnya di bibir kemaluanku. Tubuhku bergetar hebat. Luar
biasa! Baru kali ini aku merasakan lidah perempuan menjilati mem3kku.
Tubuhku meggeliat-geliat antara geli dan nikmat. Mbak Siska memang luar biasa. Ia lihai sekali
memberikan rangsangan padaku. Lidahnya menjilat-jilat kelentitku.
Pantatku terangkat tinggi-tinggi begitu kurasakan desakan hebat dari dalam tubuhku. Begitu kencang dan
kuat hingga aku tak dapat menahannya. Aku menjerit lirih sambil menggigit bibirku sendiri.
Semburan demi semburan memancar dari liang mem3kku. Aku mencapai puncak kenikmatan hanya dalam
beberapa kali jilatan saja. Kulihat ke bawah wajah Mbak Siska semakin terbenam di antara
selangkanganku. Mulutnya mengecup-ngecup cairan yang meleleh dari liangku. Menghirupnya dalam-dalam.
Ia dengan penuh gairah membersihkan ceceran cairanku di sekitar kemaluanku.
“Oohh.. Mbak Siskai.. ngghh.. mmppffhh..” rintihku sambil menjambak rambutnya dan menekan kepalanya ke
dalam selangkanganku.
Sementara di belakang sana, Mas Danang dengan gagahnya menghujamkan senjata terus menerus. Pinggulnya
meliuk-liuk dan bergerak maju mundur dengan kecepatan penuh. Mbak Siska sampai kelabakan mengimbangi
keperkasaan pria tua yang jantan itu.
Selang beberapa detik kemudian Mbak Siska melenguh panjang. Tubuhnya berkelojotan. Nampaknya ia pun
sudah mencapai puncak kenikmatannya sendiri. Tubuhnya langsung lunglai dan terjatuh di sampingku. Aku
segera menghujaninya dengan ciuman.
Bibirnya kukulum. Buah dadanya kuremas-remas. Lenguhannya bertambah keras bahkan setengah menjerit. Ia
balas memeluk tubuhku. Mengerayangi buah dadaku. Memilin-milin putingku.
Aku merasakan gairahku muncul kembali. Kami bergumul dengan panasnya. Aku melirik ke arah Mas Danang
yang terpana menyaksikan aksi kami. Batang kont0lnya nampak masih keras, mengacung dengan gagahnya.
Aku biarkan dia menonton kami. Perhatianku tersita semuanya oleh cumbuan Mbak Siska. Tubuhku menyambut
hangat kecupan panasnya. Aku sudah tidak lagi memperhatikan Mas Danang.
Aku tak pernah menyangka bahwa Mbak Siska memiliki kecenderungan untuk bercinta dengan sesama
perempuan pula selain dengan lelaki. Bi-sex, kata orang. Aku pun sebenarnya tak pernah berpikir akan
bercinta dengan sesama perempuan dan tak pernah membayangkan akan kenikmatannya.
Ternyata rasanya memang lain dari pada yang lain. Aku tak kalah hangatnya menyambut cumbuan Mbak
Siska. Dadaku seakan mau meledak oleh rangsangan hebat yang bergolak dalam tubuhku. Bibir Mbak Siska
terus-terusan menghisap puting susuku. Aku menggeliat-geliat saking enaknya.
Kenikmatanku semakin betambah saat kurasakan bibir kemaluanku digesek-gesek oleh moncong kepala kont0l
Mas Danang yang mulai ikut bergabung dengan kami. Ya ampun! Aku berteriak dalan hati saking keenakan.
Mana pernah kualami kenikmatan luar biasa seperti yang sedang kurasakan saat ini.
“Auuww!” aku merintih saat merasakan kont0l Mas Danang menyeruak di antara bibir kemaluanku yang masih
rapat.
Rasanya membuatku tersedak dijejali kont0l sebesar itu. Kubuka kedua kakiku lebar-lebar untuk
memberikan jalan padanya. Pinggulku berkutat agar kont0l itu masuk seluruhnya.
Aku bisa menarik nafas lega melihat Mas Danang mulai lancar menggoyang pantatnya. Ruang vaginaku
terasa penuh. Gesekan urat-urat batang Mas Danang sampai terasa ke ulu hati. Ujung kepalanya
menyodok-nyodok bagian terdalam vaginaku.
Aku sampai kehabisan nafas mengimbangi goyangan Mas Danang. Ia benar-benar perkasa. Aku takluk
padanya. Tubuhku serasa dipanggang oleh kont0l panjangnya. Otot-otot vaginaku kukedut-kedut. Mas
Danang mengerang merasakan kenikmatan kedutanku menghisap-hisap kont0lnya. Baru tahu rasa sekarang,
ujarku dalam hati. Akan kubikin KO dia, ancamku dalam hati dengan gemas.
Kuingin ia segera menyemprotkan air maninya dalam vaginaku. Kuingin merasakan kekuatan semprotannya.
Kuingin ia tumbang dalam pelukannku. Aku bergoyang sekuat tenaga. Kupelintir batang kont0lnya dalam
mem3kku.
Kulihat Mas Danang megap-megap. Aku semakin bersemangat. Pinggulku berputar seperti gasing. Meliuk-
liuk liar. Kurasakan tubuhnya mulai berkelojotan. Aku sudah tak memperhatikan Mbak Siska yang sibuk
mencumbui tubuhku. Aku lebih berkonsentrasi untuk membuat Mas Danang mencapai orgasme secepatnya.
Upayaku belum juga memperlihatkan hasil. Mas Danang nampak masih perkasa menggenjotku. Belum terlihat
tanda-tanda ia akan orgasme. Aku semakin frustrasi melihatnya, karena lama kelamaan aku sendiri yang
kewalahan.
Aku sudah merasakan desiran kuat dalam tubuhku. Aku panik oleh gejolakku sendiri. Kucoba bertahan
sekuat mungkin, tetapi batang kont0l Mas Danang masih terus menusuk-nusuk dengan cepatnya.
Gesekan kulit batangnya yang keras dan gerinjal urat-uratnya pada kelentitku, membuat pertahananku
jebol paad akhirnya. Aku berteriak sekuat tenaga saat aliran deras menyembur dari dalam diriku. Aku
menyerah, pasrah dan membiarkan otot-ototku melemas, melepaskan orgasmeku yang meledak-ledak.
“Masukiinn.. semuaannyaa..!” Jeritku seraya menarik pantat Mas Danang ke dalam selangkanganku sehingga
kont0lnya melesak masuk seluruhnya.
Kurasakan semburan demi semburan memancar dari dalam liangku. Sementara Mbak Siska mengelus-elus
wajahku seolah sedang menenangkan diriku yang tengah menghadapi amukan kobaran api birahi.
Aku baru bisa mengambil nafas lega beberapa menit kemudian. Tulang-tulangku serasa pada copot. Aku
terkulai lemas. Tenagaku terkuras habis dalam pertempuran tadi.
Mas Danang lalu mencabut batangnya dari liangku. Ia nampak masih perkasa, mengacung gagah. Kepalanya
mengkilat karena cairan milikku. Mbak Siska menoleh ke arahnya, kemudian kepadaku sepertinya meminta
bantuanku untuk ‘mengeroyok’ lelaki yang telah membuat kami berdua luluh lantak.
Aku mengangguk dan segera bangkit menghampiri Mas Danang. Kutarik tubuh atletisnya yang sudah licin
karena keringatnya, supaya berbaring telentang di ranjang. Bibirku langsung menyerbu daerah
selangkangannya.
Aku sudah tak sabar ingin melumat batang kont0lnya. Kuselomoti dengan rakus hingga terdengar suara
kecipakan air liurku. Sementara Mbak Siska memulai cumbuannya di bagian dadanya. Menjilati puting
susunya yang besar. Menyusur terus ke bawah dan bergabung denganku menggumuli batangnya.
“Ouuhh.. sedaapp..” Pekik Mas Danang melihat dua perempuan cantik saling berebut menciumi kont0lnya.
Mbak Siska kebagian ujung kepalanya, sementara aku menjilati batang dan buah pelernya. Kami berdua
saling berlomba memberikan kenikmatan kepada Mas Danang. Kami kemudian bergiliran. Aku bagian atas,
Mbak Siska bagian bawah.
Seterusnya bergantian sampai beberapa menit lamanya. Ketika kami merasakan Mas Danang menggelinjang
dan mengerang seperti menahan sesuatu, secara berbarengan mulut kami menciumi moncong kont0lnya dari
samping. Kedua tangan kami mengocok batangnya.

“Ouuhh.. saa.. yaa.. ke.. ke.. kelu..” belum sempat ucapannya berakhir, nampak cairan kental dan
hangat menyemprot keras dari moncongnya.
Tubuhnya menghentak-hentak seiring dengan semburan air maninya yang tak henti-henti muncrat. Wajah
kami belepotan disirami air maninya yang keluar begitu banyak. Mbak Siska menghisap terus dengan
rakusnya. Lidahnya menjilat-jilat sampai bersih batang itu dari ceceran air maninya. Sedangkan aku
mengocoknya seakan mau memeras kont0l itu hingga habis cairannya.
Setelah membersihkan cipratan air mani di wajah, lalu kami menjatuhkan diri di kiri dan kanan tubuh
Mas Danang sambil memeluknya. Kami benar-benar kecapaian. Mata terasa berat karena kantuk. Samar-samar
kudengar Mas Danang berkata,
“Kalian memang luar biasa. Saya benar-benar puas bersama kalian..”
Kami tak tahu apa lagi yang dibicarakannya karena sudah terbang melayang dalam mimpi indah. Senyum
kepuasan tersungging dari bibirku dan Mbak Siska. Pengalaman yang sungguh tiada duanya…

Suara pintu terketuk tok tok tok “iya silakan masuk.
“Gini pak apakah hari ini bapak free untuk meyeleksi calon sekretaris yang baru”, kalau iya ini ada
yang melamar di posisi tersebut pak.
Cerita Sex Terbaru Sekretaris Favorit 1
“Ya ya ya suruh masuk saja dia dan bawa lamarannya perintah Yosep tanpa melihat bawahannya.
Setelah kemudian terdengar suara ketukan lagi di ruangan Yosep.
“ya silahkan masuk, tanpa melihat kedepan dan memperdulikannya karena saat itu Yosep sedang asyk
membaca majalah cerita dewasa.
“dengan nada tegasya masih membaca cerita tersebut Yosep memberi kesempatan pelamar untuk menyebutkan
nama , umur kamu, tempat tinggal dan pendidikan terakhir anda.
“Nama saya Agni Pradipta, saat ini saya berusia 21 tahun. Saya tinggal di perumahan Jatinegara Kaum,
Jakarta Timur. Saya merupakan Lulusan D3 jurusan sekretaris pada universitas Swasta Trisakti.” Jawab
Agni dengan lancar tanpa merasa gugup bila sedang interview.
Saat itu Agni mengenakan baju yang sungguh menawan. Blazer hitam dipadu kemben putih tanpa memakai Bra
yang menahan buah dada yang berukuran 36B hingga terlihat jelas sekali terbentuk puting susunya pada
pakainannya.
Rok ketat pendek yang memamerkan kemulusan kulit pahanya yang putih, seakan memancing setiap tangan
untuk menjamah serta merasakan kehalusannya. Dengan postur tubuh sekitar 170 cm yang cukup tinggi bagi
wanita seperti Agni.
Terkadang banyak sahabatnya yang bertanya kepadanya, mengapa ia lebih memilih untuk menjadi seorang
sekretaris dibandingkan menjadi seorang model karena Agni memiliki segala kriteria seorang model papan
atas. Paras wanita indo antara Belanda-Jawa. Bola mata coklat dipadu dengan Rambut berombak merah bata
sepunggung, kulit putih bersih.
Memiliki leher yang jenjang, dengan sedikit rambut halus yang tumbuh di lehernya. Lekukan tubuh yang
mengiurkan setiap mata yang memandang. Seakan akan mengundang terjangan setiap laki laki yang
memandangnya bila sedang berjalan.
Memang selama ini Agni sangat menjaga kebugaran tubuhnya dengan erobik rutin di sebuah gym Selebritis
Fitnnes dibilangan Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Sepintas Yosep tertuguh dengan hadirnya bidadari yang berdiri dihadapannya saat itu. Tanpa kembali
memperdulikan fresh news yang paling ia suka bila membuka forum Cerita dewasa
Tatapannya bagaikan menelanjang Agni, menatap dan menilai setiap lekukan tubuh Agni saat itu.
“Pak… apakah ada yang salah dengan pakaian yang sekarang saya kenahkan. Apakah bapak kurang berkenan
dengan pakaian ini.” Tutur Agni setelah menyadari tatapan Yosep yang menatapnya dari ujung kaki
hingga ujung rambut.
“Ooh… tidak tidak ada yang salah, hmmm… saya suka dengan penampilan kamu… apakah kamu sudah
berkeluarga saat ini.” Tanya Yosep yang ingin mengetahui status pelamarnya saat itu.

“Belum pak… Saat ini saya ingin memfokuskan untuk karier saya, oleh karena itu saya tidak ingin
menjalin sebuah hubungan dengan siapapun.” Jawab Agni dengan menundukkan wajahnya menatap ke bawah
karena malu atas pertanyaan itu. Atau mungkin karena malu atas tatapan Yosep yang terus menatapnya.
“Selain kemampuan dibidang kesektretarisan. Kamu memiliki kemampuan apa lagi. Mungkin ini agak
mengherankan, namun ini sebetulnya sangat diperlukan sekali bagi seorang sekretaris saya.”
“Hmmm… dilain bidang kesekretarisan… mungkin saya juga bisa memberikan sesuatu yang lebih untuk bapak…
namun bila bapak juga mengingginkannya.”
Perlahan Agni berjalan mendekati tempat Yosep , dengan menampilkan paras muka nakalnya Agni membuka
retsleting celana Yosep dan mengeluarkan naga saktinya keluar dari sarangnya. Di genggamnya batang
kemaluan Yosep dengan jari jari lentiknya.
Perlahan dikocok kocok batang kemaluan itu naik turun seirama. Sesekian detik kemudian naga yang
tertidur itu terbangun dan mengeliak dengan urat urat yang menonjol di tubuhnya.
Dengan lidah nakalnya Agni memulai permainannya dengan menjilat kepala kemaluan yang ia genggam itu.
Memasukkan kemaluan Yosep dengan diameter cukup besar dan panjangnya sekitar 17 – 20 sentimeter itu
ke dalam mulutnya.
Dengan lahap Agni menelan habis batang kemaluan itu. Mengoral dengan menaik turunkan sambil tangan
sebelah kanannya membelai kantung kemenyan Yosep .
Merasa kemaluannya sedang di oral oleh Agni dengan nikmatnya, tangan sebelah kanan Yosep pun turun
mencari bongkahan buah surga yang menjulang mengemaskan ke dalam genggaman tangannya yang kekar



Merasa tak ingin sensasi ini terganggu, Yosep melepaskan genggaman buah dada Agni yang kini telah
mengelantung di luar baju dalamnya dan mengapai telphonenya serta memberitahukan bawahannya bahwa
untuk saat ini ia tak ingin diganggu serta memberitahukan bahwa ia telah menerima Agni sebagai
sekretarisnya yang baru. saat ini ia memberitahukan juga bahwa ia sedang memberikan tugas kepada Agni
tentang tugas tugasnya sebagai sekretarisnya.
Setelah menaruh kembali gagang telphone tersebut Yosep kembali mencari mainannya yang tadi sempat
tertunda.
Kemudian Agni melepaskan kulupannya dan menanyakan kemungkinan apakah Yosep mengingginkan sensasi
yang lebih dari permainan ini dan yang merupakan tanda terima kasih karena ia telah diterima untuk
berkerja di perusahaan ini.
Agni duduk di atas meja kerja Yosep dan merenggangkan kedua kakinya tepat dihadapan Yosep yang
menampilkan celana dalam putih dengan model renda.
Menurunkan celana dalam berendanya yang membungkus lipatan gundukan daging montok itu dihadapan Yosep
yang mulai terpanah dengan pemandangan yang kini ia saksikan.
Tak ingin berlama lama memandangnya. Yosep langsung memendamkan kepalanya di dalam selangkangan Agni
dan melahap harumnya liang kemaluan Agni yang terawat itu. Ternyata selain merawat kebugaran tubuhnya.
Agni juga tak lupa merawat liang kewanitaannya dengan segala ramuan ramuan tradisional yang berasal
dari ibunya yang keturunan orang Jawa.
Keharuman terpancar di dalam selangkangannya, memberikan sejuta rangsangan terhadap Yosep .
“Sshhhhh…. mmmmm….” rintih Agni mendahakkan kepalanya menatap ke atas menikmati setiap jengkal jilatan
Irawan terhadap vaginanya.
Sluup… sluup… terdengar suara jilatan Yosep yang sedang menikmati.
“Sssshhh…. Pak. Ooohh….” erang kembali Agni saat Yosep memainkan klitorisnya dan mengigit halus serta
menekan nekan kepala Yosep tanpa memperdulikan bahwa Yosep adalah atasannya saat itu.
Jilatan demi jilatan menjelajahi vagina Agni, hingga tak sanggup lagi Agni menahan lebih lama rasa
yang ingin meledak didalam dirinya.
Nafas yang makin memburu… sahut menyahut didalam ruangan yang cukup besar itu. Beruntung ruangan Yosep
kedap suara, jadi tak kwatir sampai terdengan oleh karyawannya di luar sana.
Beberapa menit kemudian Agni mengejang sambil mendesah keras serta meluruskan kedua kakinya yang
jenjang itu lurus tepat di belakang kepala Yosep yang sedang terbenam menjilati bongkahan vagina
Agni.
Akhirnya Agni mencapainya dengan keringat disekujur tubuhnya. Meskipun ruangan tersebut Full AC namun
Agni masih merasa kepanasan di sekujur tubuhnya saat itu. Mungkin karena pengaruh hawa nafsu yang kini
menjalar didalam dirinya atas rasa yang barukali ini ia dapatkan.
Masih dengan posisi Agni duduk di atas mejanya. Yosep membuka seluruh celana serta celana dalamnya
dan membebaskan sepenuhnya naga sakti yang ia banggakan itu.
Menyadari hal itu Agni menaikan lebih tinggi Rok ketatnya hingga ke pinggangnya yang ramping dan
merenggangkan kedua pahanya yang siap akan dinikmati oleh atasan barunya.
Yosep mengenggam batang kemaluannya dan mengosokannya diantara bibir vagina Agni yang telah basah
bercampur liur Yosep dan mani Agni yang tadi keluar.
Perlahan Yosep menekan kepala kemaluannya ke dalam vagina Agni yang menantang ingin segera di ganjal
oleh batang kemaluaan besar berurat Yosep . vagina yang hanya dihiasi bulu bulu halus berbentuk V
diatas liangnya.
Semakin membuat gemas Yosep yang memandangnya. Dengan dibantu Agni yang membuka kedua pahanya semakin
lebar, mempermudah kemaluan Yosep untuk segera menerobos masuk
“Pak… plan… pelan Pak. Sakit.” Ujar Agni ketika merasakan mahkota keperwanannya ini akan segera
dilahap oleh atasannya. Dengan mimik muka Agni yang mengigit bibir sensualnya.
“Tahan sebentar yah… setelah ini kamu akan merasakan sebuah sensasi yang tak mungkin kamu dapatkan
ditempat lain selain dengan saya.
Agni hanya mengangguk kecil kepada Yosep yang melanjutkan dorongannya untuk segera mendobrak pintu
surganya yang masih rapat tertutup itu.
Dengan kedua tangan yang memegang kedua sisi meja Yosep , Agni menahan dorongan Yosep yang terus
berusaha.
Akhirnya usahanya membuahkan hasil. Kepala kemaluannya memasuki vagina Agni perlahan lahan dan semakin
dalam. Setelah terasa seluruh dari batang kemaluannya masuk semua. Yosep tak langsung menariknya
kembali.
Sesaat didiamkan dulu batang kemaluannya didalam vagina sempit Agni yang perawan itu. Menikmati
remasan remasan otot vagina Agni terhadap batang kemaluannya.
Sensasi wajah Agni yang menahan sakit yang dirasakan semakin membuat Yosep semakin meluap birahinya
untuk lebih lanjut menyetubuhi Agni.
Pelan pelan Yosep menarik kembali batang kemaluannya dari dalam vagina Agni dan hanya menyisakan
kepalanya saja dan kembali menekan masuk terus dan berulang ulang hingga Agni merasakan birahinya
kembali bangkit bersamaan dengan gesekan gesekan yang dibuat oleh Yosep kepada liang kewanitaannya.
“Pak… lebih cepat dong pak dorongannya.” Ujar Agni meminta agar Yosep semakin cepat memompa
vaginanya.

Setiap tekanan yang dilakukan Yosep terhadap vagina Agni, mengakibatkan klitorisnya ikut tergesek dan
menimbulkan sensasi nikmat yang begitu indah.
Merasa vagina Agni telah dapat menerima kehadiran batang kemaluannya yang besar ini, maka pompaan
Yosep pun semakin genjar keluar masuk kedalam vagina Agni.
Tak terasa pergumulan ini berlangsung selama 30 menit lamanya. Hingga Agni telah keluar sebanyak 4
kali.
“Pak… sssshhh…. please pak… nikmatnya batang kemaluan bapak ini. Trus pak….” desah Agni semakin
mengila atas rasa yang ia dapatkan ini.
“Paaaakkk… Agni tidak kuat lagi…. Aaakkkhhh…